Kemendikbudristek Temukan 4 Modus Kecurangan Beasiswa

Kemendikbudristek telah menemukan empat bentuk kecurangan yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia

BEASISWA KAMPUS | Balai Pembiayaan Pendidikan Tinggi (BPPT) di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menemukan empat bentuk kecurangan yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI). Kecurangan ini bersumber dari tindakan mahasiswa itu sendiri dan dapat menimbulkan konsekuensi serius.

Pelanggaran ini mengancam status penerima beasiswa. Dalam Buku Panduan Pendaftaran BPI Tahun 2024, dinyatakan bahwa jika penerima beasiswa terbukti melanggar ketentuan dan persyaratan seleksi, serta tidak memenuhi pernyataan yang dibuat dalam surat pernyataan, mereka akan dikenakan sanksi sesuai dengan regulasi yang berlaku di BPPT.

Lebih lanjut, dalam hal penerima beasiswa terbukti terlibat dalam pengajuan informasi atau dokumen yang tidak akurat atau dipalsukan, akan diterapkan sanksi administratif yang berat.

Sanksi ini mencakup pemecatan dari status sebagai penerima beasiswa, serta kewajiban untuk mengembalikan dana studi yang telah diterima. Penerima beasiswa juga akan dilarang untuk mengikuti program BPPT di masa mendatang.

Menurut informasi dari Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik), Kemendikbudristek, berikut ini adalah empat jenis kecurangan yang sering dilakukan oleh mahasiswa penerima BPI.

Inilah 4 Kecurangan Penerima BPI

1. Berkuliah Daring Dalam Waktu Lama

Mahasiswa penerima BPI tidak diperbolehkan melakukan perkuliahan secara online/daring atau hybrid dalam waktu lama. Walaupun pihak perguruan tinggi memperbolehkannya.

    Kepala Sub Bagian Tata Usaha BPPT, Ratna Prabandari menyebutkan ketentuan ini dilakukan karena BPI memberikan skema living allowance atau biaya hidup bulanan. Sehingga mahasiswa penerima BPI harus tinggal dan berada di kota di mana perguruan tinggi berada.

    Menurut temuannya, ada mahasiswa BPI yang melakukan perkuliahan daring di berbeda kota dengan letak kampus hingga 2 semester. Hal ini merupakan tindakan terlarang.

    “Kami menemukan adanya mahasiswa penerima BPI yang melakukan perkuliahan online di tempat tinggal yang berbeda kota dengan kampusnya dalam waktu satu sampai dua semester. Kami tegaskan itu tidak boleh dalam alasan apapun,” katanya.

    2. Mahasiswa Masih Bekerja

    BPPT juga menemukan ada mahasiswa penerima BPI yang masih melakukan pekerjaan sambil berkuliah. Hal ini menurut Ratna sudah jelas aturannya dan tidak boleh dilanggar.

      “Itu kan sudah jelas aturannya, bahwa penerima BPI harus dalam posisi tugas belajar, artinya cuti dari pekerjaannya. Termasuk hal ini berlaku bagi mahasiswa yang diterima atau diangkat sebagai CPNS atau PPPK,” tambahnya.

      Ratna menyebutkan mahasiswa penerima BPI masih boleh bekerja dengan mengabaikan tugas belajar. Dengan catatan pekerjaan yang dilakukannya merupakan bagian wajib dari studi, seperti menjadi teaching assistant atau research assistant.

      3. Pemalsuan Dokumen Akademik

      Kecurangan berkaitan dengan pemalsuan dokumen akademik juga tak luput dari temuan BPPT. Seperti tandatangan promotor tesis atau disertasi dan pemalsuan transkrip nilai akademik pada Kartu Hasil Studi (KHS)

      4. Double Funding dari Pemerintah Daerah

      Double funding adalah sebuah keadaan ketika penerima beasiswa mendapat pendanaan tambahan dari lembaga pemberi beasiswa lain. Dalam hal ini temuan yang ditemukan adalah double funding dari pemerintah daerah.

        Hal ini juga perlu menjadi catatan oleh perguruan tinggi dan BPPT. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbudristek, Mohammad Alipi menjelaskan memang beasiswa yang berada dari program Puslapdik lainnya mungkin bisa dipantau terkait keadaan double funding.

        Seperti Beasiswa Unggulan, KIP Kuliah dan juga Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik). Sayangnya beasiswa dari pemerintah daerah sulit untuk dipantau penerimaannya.

        “Sebetulnya bila sesama beasiswa yang dikelola Puslapdik itu relatif bisa terpantau. Yang agak sulit terjangkau adalah double funding dengan beasiswa sejenis dari pemerintah daerah,” jelas Alipi.

        Progres Mahasiswa Penerima BPI Dipantau

        Dalam acara yang berlangsung pada 26 September 2024 di Medan, Ratna dan Alipi menyampaikan penjelasan terkait kegiatan Sinkronisasi Data Penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) untuk periode 2021-2023 dan pendaftaran BPI dalam negeri tahun 2024 wilayah II. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan sinkronisasi data antara mahasiswa penerima BPI yang sedang aktif dan calon mahasiswa baru tahun 2024.

        Perlu dicatat bahwa setiap perkembangan dari masing-masing penerima beasiswa terus dipantau oleh BPPT dan Kemendikbudristek, sehingga segala bentuk kecurangan dapat terdeteksi dengan baik.

        Pertemuan ini juga bertujuan untuk mempercepat proses pembayaran biaya pendidikan serta meningkatkan kualitas layanan beasiswa. Dalam kesempatan tersebut, Alipi mengharapkan agar pihak perguruan tinggi dapat memberikan kemudahan bagi para penerima BPI dalam mengisi Kartu Hasil Studi (KHS), sehingga proses pembayaran dapat segera dilakukan.

        “Pada ujungnya mempercepat dan memperlancar proses pembayaran, baik pembayaran biaya pendidikan ke perguruan tinggi maupun biaya hidup ke mahasiswa,” ungkap Alipi.

        Terkait peningkatan layanan, Alipi mengusulkan agar pihak perguruan tinggi melakukan upload dokumen secara langsung tidak melalui mahasiswa terutama KHS. Karena BPPT menemukan ada beberapa dokumen yang kurang valid terkait data mahasiswa.

        Meskipun begitu, Alipi menegaskan pihaknya dan BPPT selalu pemutakhiran sistem. Sehingga layanan pada mahasiswa penerima BPI bisa terus dipermudah dan cepat.

        “Tentunya inti dari semua itu adalah kerja sama dan komunikasi intensif antara perguruan tinggi dengan BPPT untuk meningkatkan layanan,” tutupnya.[]

        Share This Article
        Exit mobile version